Senin, November 24, 2008

Beliau Bilang, Masjid Bukan Istana

Saya makin jatuh cinta sama dosen pembimbing saya yang berisinisal IBS itu ^^

Oke, akhirnya dia kembali juga dari petualangan dan proyeknya di Kongo. Dua minggu dia pergi, saya dan anak-anak kelompok saya beneran nggak ada progress deh. Entah karena malas, nggak bergairah, nggak cocok ama dosen lain, dan seribu satu alasan lain, maka barusan, 25 November 2008 pukul 11 siang, kami asistesi juga dengan beliau. Jangan panggil dia IBS kalau tidak memberi ilmu super banyak dan masukan luar biasa membludak. Seringkali bahkan, hal-hal arsitektural yang tidak termasuk dalam tugas diceritakannya pula. Kalau boleh jujur, pengetahuan saya banyak bertambah karena pak IBS bersedia membaginya. Walau seringkali saya bengong karena tidak mampu 'menangkap' makna super eksplisitnya, tapi sedikit banyak wawasan saya bertambah.

Oke, beliau memulai asistensi kami kali ini dengan menceritakan pengalamannya dua bulan di Kongo. Bagaimana beliau dihadapkan dengan kasus desain yang menurut beliau cukup rumit. Saya yang mendengar ceritanya saja pusing, gimana beliau yang terjun langsung di Kongo, yah? Ah, karena itulah dia lulus S3 dan mengajar S2, kan? TT_TT Lanjut! Jadi, beliau diharuskan 'merapikan' pemukiman orang tambang yang bekerja di Kongo. Menurut beliau, site-nya ancur-ancuran, peletakkan rumah asal saja, yang penting ada. Belum lagi dengan kontur di sana yang tidak jelas lagi kalau dipetakan. Dan beliau berhasil menyelesaikannya dengan membuat gundukan-gundukan serta ramp yang dirancang sebaik mungkin. Pemukiman yang tadinya acak adul disulapnya menjadi komunitas yang tertata, padahal dari peletakkan massa sih, berantakan.

Mendengar cerita beliau saja, saya kagum.
Tambah naksir.
Kalo nggak inget beliau udah punya istri....
-disepak Kiyut ket-

Dan yang paling bikin saya kagum ama dosen gaek kita yang satu ini adalah kalimat-kalimat mutiaranya yang membuat saya cengok. Ini salah satunya : 'Anda membuat konsep seperti ini, di lahan seperti ini, what the heck?'. Ada lagi, 'Orang-orang bule itu bodoh semua'. Yang lain lagi, 'Anda itu malas membaca, sih!'. Ini lagi, 'Kalau mendesain itu jangan sa'det sa'nyet. Belajar itu bertahap dan sabar'. Plus, 'Anda itu jangan menelan gajah, bisa meledak. Anda harus menelan kupingnya dulu, baru hidungnya..'. Dan yang terakhir, yang paling bagus dan masuk akal, 'Berpikir adalah pelita hati.', sumpah ya, ini quote paling waras dari segala macam kata-kata aneh yang sering dia lontarkan. Kata favoritnya adalah " TENSION", dimana setiap desain itu bisa membuat user merasakan hal yang berbeda-beda. Hmm...

Oke, mari kita lanjut ke pembahasan masjid yang saya lakukan dengan Pak IBS tercinta. Giliran saya terakhir, dan saya sudah merasa kalau saya pasti akan dibantai. BENAR SAJA! Sepertinya lebih dari setengah jam beliau menceramahi desain dan cara berpikir saya. Well, dengan naifnya saya ingin membangun mesjid bertema keseimbangan dan menerapkan konsep hierarki dimana saya menerjemahkan secara gamblang hubungan manusia dalam Islam. Saya mengoceh tentang asumsi saya mengenai perilaku pengguna mesjid ini nantinya, ruang-ruang seperti apa, dan suasana yang terbangun. Dan apa yang terjadi?

Terjadilah debat TIDAK seimbang antara dosen S2 yang bertitel S3 dengan mahasiswi malang yang lulus S1 saja belum.

IBS : Keseimbangan itu bukan tema.
Saya : ... *dalam hati : mati deh gw*
IBS : Lagipula, yang namanya mesjid itu, tidak ada itu hierarki
Saya : -angguk2- *dalam hati : makin mati deh gw*
IBS : Keseimbangan dan hierarki itu prinsip. Tidak bisa dijadikan konsep.
Saya : -dari jauh samar2 mendenagar ost-nya Elfen Lied berjudul Lilium. Siap 100% untuk berjibaku- *dalam hati : ah, andai gw ini Diclonius*
IBS : -mulai merhatiin desain saya-
Saya : -pura2 mati ala sigung-

Dan karena sepertinya beliau mengerti apa maksud perancangan saya, dia malah nanya : sejauh apa Anda mengerti Islam? Jeng jengggg..... Kalo boleh jujur, solat subuh aja masih suka bolong~ Akhirnya, setelah saya bicara sekitar lima menit, kali ini giliran beliau mengocehi saya selama setengah jam. Manthab, enam kali lebih lama! Mungkin beliau merasa prihatin dengan saya yang sepertinya tidak tahu mau membawa ke mana desain tugas dua ini, jadi beliau membantu saya menerjemahkan apa itu mesjid dan apa itu arsitektur Islam. Karena saya merasa bego, ya udah, tanpa banyak bertanya, saya dengarkan cerita 1001 malam ala pak IBS ini.

Arsitektur Islam tidak pernah ada di dalam Al-quran maupun Hadist. Namun mengacu dari nilai-nilai Islam yang berkembang di tanah suci, maka arsitektur Islam adalah arsitektur rakyat, yang dikerjakan karena adanya rasa membutuhkan suatu fungsi tertentu. Dalam kasus ini, yaitu masjid, di tanah asalnya berkembang karena rakyat membutuhkan tempat sujud. Konsep mereka adalah membangun sedikit namun selesai, dan secara fraktal akan tumbuh berkembang seiring kemajuan zaman dan meningkatnya kebutuhan. Di sini, yang ditekankan adalah kerja sama dan keterbukaan si masjid terhadap lingkungannya. Karena pada dasarnya rumah ibadah adalah tempat kita bersujud pada Allah SWT, maka hierarki menjadi tidak berarti. Artinya, kalau merancang mesjid dengan prinsip hierarki, sudah pasti salah.

Ting tong, saya salah menentukan konsep.

Lalu, perkembangan Islam sampai ke Indonesia dibawa oleh kaum Gujarat. Nah, pada prakteknya, Islam menyebar melalui India dan beberapa negara di Eropa. Perlu diingat, arsitektur Islam, khususnya arsitektur masjid terbentuk karena pencerapan budaya yang berkembang di sekitarnya. Hal inilah yang membuat arsitektur masjid menjadi beragam di bebagai negara. Namun secara garis besar, mesjid di daerah timur tengah dan negara-negara yang awalnya kerajaan sangat berbeda bentuk fisiknya. Telah disebutkan di atas, negara jazirah Arab memiliki masjid dengan bentuk organik dan terus berkembang tanpa henti. Sementara masjid di negara yang dulunya kerajaan, sebut saja Indonesia yang lebih dahulu dikuasai Hindu dan Budha, lebih terkesan seperti istana. Lihat saja betapa megahnya masjid Istiqlal, Salman, dan berbagai masjid di Indonesia yang memiliki skala megah. Tentu saja pengaruh arsitektur kerajaan di zaman Majapahit, Demak, Singasari, dll itu sangat kuat terhadap arsitektur masjid di negara kita.

Pertanyaannya adalah, untuk daerah Geger Kalong, perlukah dibangun masjid seperti itu?

Jawabannya tentu saja : TIDAK!

Ting tong, tema saya, tidak lolos!

Untuk daerah Geger Kalong yang sarat penghuni dan minimnya tempat sosialisasi, jawaban yang dibutuhkan adalah ruang-ruang sosial. Padatnya permukiman penduduk membuat mereka tidak memiliki taman untuk sekedar menghijaukan daerah mereka. Perlu diingat, daerah Geger Kalong terkenal dengan Daruut Tauhid, yang artinya sudah ada satu masjid besar yang ada di wilayah itu. Ditambah masjid UPI dan satu masjid kecil di dekat site, maka merancang masjid yang megah sangat tidak kontekstual dengan lingkungan sekitar. Berangkat dari keperluan ruang bersama, maka muncullah ide-ide dan konsep dari beliau yang sama sekali tak terpikirkan oleh saya. Beda jauh ya, ilmu dosen bertitel 'doktor' itu.

Masjid adalah tempat sujud. Dari definisi singkat itu saja, jelas bahwa seharusnya masjid itu terbuka bagi siapa saja untuk beribadah. Karena itu, kata 'terbuka' menjadi kata kunci pertama dalam mencari tema kali ini. Next, kebutuhan akan 'ruang publik' dan sesuatu yang 'hijau'. Hmm, mulai terbayang. Lalu, dilanjutkan dengan 'konsep bangunan bertumbuh dan berkembang', yang artinya si masjid bukanlah massa megah yang berdiri begitu saja, namun bisa diperluas sesuai perkembangan jamaat. Wah, makin menarik. Lalu setelah beliau asyik mencorat-coret di gambarnya Pamela -poor you, Pamz-, akhirnya ditemukanlah satu tema berjudul, 'Masjid Taman', di mana terjadi interaksi manusia dan alam, sekaligus bisa dijadikan tempat beribadah. Bangunan masjid dipecah menjadi beberapa bagian dan menyatu dengan pepohonan. Ditambah permainan elemen lansekap seperti kolam, vegetasi dan tangga sepertinya membuat site ini jadi menarik. Whoaaa... Ini sih konsep yang menarik banget! XD

Berubah tema berarti berubah semua deh desain saya. Artinya, saya harus mulai dari nol lagi sementara Jum'at ini ada preview terakhir sebelum mulai penyajian. Sebodo amat, walau oknum AAA tidak memperbolehkan adanya asistensi lagi minggu depan, saya akan tetap minta saran dari pak IBS! Mana mungkin suatu desain kelar hanya dengan satu kali asistesi, bapaaakkkk??? ><" Namun, saya akan berusaha untuk itu, hehe. Berjuang gHee!!! XD

P.S. : ternyata, Pak IBS pernah mengajar mata kuliah 'Arsitektur Islam' pas tahun 1982. Ajib, orang tua saya aja masih pacaran... Pantas saja beliau mengetahui sangat banyak tentang masjid dan perkembangannya. Terima kasih banyak, Pak IBS! Ilmu Anda sangat memberikan kami pencerahan. Dan kenapa sih, PENCERAHAN SELALU DATANG BELAKANGAN!!!!

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Ya, salah satu masalah di Bandung adalah ruang publik yang kacau. Pemerintah tidak tanggap akan hal itu, sehingga muncullah ruang-ruang yang ilegal di tempat yang tidak tepat. Ruang publik yang ada pun sering tidak terawat, atau salah desain sehingga malah menjadi ruang negatif, tak terawat (lagi) atau salah fungsi. Contoh saja Taman (yang ada tulisan) Flexi di Dago. Tugas Kritik Arsitekturnya Dika membahas hal itu, dan salah satu gambarnya memuat foto bukti penggunaan jarum suntik disana, dan botol miras.

Gasibu dan membludaknya pengunjung disana setiap Minggu adalah salah satu bukti warga butuh ruang publik. Tapi yang dilakukan pemda adalah, membuat ruang publik komersil alias mal yang desainnya belum tentu bisa disebut ruang publik. Lo pasti tahulah, ruang publik komersil paling enak dan berhasil secara konsep paling cuman CiWalk (dan dia bakal bikin masalah lagi dengan CiWalk Extention). Dan sekarang mereka mau bikin mal di baksil... (hilangnya kahim plano, ada hubungannyakah dengan ini?? atau dia cuma iseng saja ilang??) the LAST forest in Bandung..

(untuk hal lebih mengena mengenai ini, silahkan baca Ridwan Kamil's blog, our lecturer ^^)

Saran gw, pelajari perilaku warga disekitar situ. Wadahi kegiatannya, atau halangi agar tidak ada kegiatan yang merugikan. Misalnya, mempertimbangakan kemungkinan adanya kaki lima atau pasar jumat kayak di Salman... Perilaku buang sampah sembarang, dll.

I wish you luck, Ghee! Udah, stop Elfen Liednya dulu! PWPnya juga!!

(dan sekarang mana si dosen gw, Pak BR!! Mana janjimu, Paak?? Katanya mo dateng..??? Partnernya dosen lo tuh! Heran ya, Pak IBS, kalo sama Pak BR kayak pasangan pexxxxk, tapi kalo di depan kalian jadi keren sekali.. hauu.. *0* )

Randi Saputra mengatakan...

Woooo..
ini dia, mendalami kuliah sekaligus mendalami Islam.. ngga nyangka pendekatan sosio-arsitektural masjid itu sendiri sangat menyesuaikan dgn masyarakat sekitarnya.. so customable.. *ngomong apa gw barusan?*

Konsep 'Masjid Taman' juga menarik.. lebih merakyat jika dibandingkan dgn masjid-masjid megah yg biasa ada.. yah kembali ke yg tadi, dimana pun kita berada harus menyesuaikan dgn lingkungan sekitar kita ^^

Anonim mengatakan...

woi Lang,

gile dosen lo super bgt si. haha, gw juga pernah kok diceramahin dosen, tapi dosen pembimbing TA. ya gara2 gw si, ktemu dosen tp blm baca2 banyak. jadi gw ditanya2 sampe gw jawab asal2an sambil nyengir. hehe

eh gw masi bingung sama hierarki. hierarki itu apa sbetulnya? kok mesjid ga punya hierarki?

trus bedanya prinsip sama konsep apa?

Melangkah Bersama Pejuang Kertas © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!